‘Siapa yang membesuk orang sakit di pagi
hari akan diiring oleh 70.000 malaikat, semuanya memohonkan ampun
untuknya hingga sore hari, dan ia mendapat taman di jannah. Jika ia
membesuknya di sore hari, ia akan diiring oleh 70 ribu malaikat yang
semuanya memintakan ampun untuknya hingga pagi, dan ia mendapat taman di
jannah.’ (musnad ahmad 2/206, hadits 975. Syaikh ahmad syakir menilai
hadits ini shahih)
AKU SAKIT, TETAPI KAMU TIDAK MENJENGUK-KU!
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia
berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
pada hari kiamat Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
‘Hai Anak Adam, Aku Sakit, tetapi kamu tidak menjenguk-Ku.’
Dia berkata. ‘Wahai Rabb-ku, bagaimana saya menjenguk-Mu, padahal Engkau adalah Rabb semesta alam?!’
Dia berfirman, ‘Tidak tahukah kamu bahwa
hamba-Ku, fulan, sakit, tetapi kamu tidak menjenguknya. Tidak tahukah
kamu jika kamu menjenguknya, kamu akan mendapati Aku berada di
sisi-Nya.’
(diriwayatkan oleh Muslim, no. 2569)
HUKUM MENJENGUK ORANG SAKIT
Menjenguk orang sakit diperintahkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al Bara bin Azib radhiyallahu
anhu meriwayatkan, “Nabi menyuruh kita tujuh hal dan melarang kita
tujuh hal. Beliau menyuruh kita untuk mengantarkan jenazah, menjenguk
orang sakit, memenuhiundangan, menolong orang yang teraniaya,
melaksanakn sumpah, menjawab salam, dan mendoakan orang yang bersin. Dan
beliau melarang kita memakai wadah (bejana) dari perak, cincin emas,
kain sutera, dibaj (sutera halus), qasiy (sutera kasar), dan istibraq (sutera tebal). (Bukhari no.1239; Muslim no.2066)
Hadits-hadits yang memerintahkan kita
untuk menjenguk orang sakit, membuat Imam Bukhari membuat “bab Wujubi
‘Iyadatil-Maridh” (Bab Kewajiban Menjenguk Orang Sakit) di dalam kitab
shahih nya.
Imam Ath Thabari menekankan bahwa
menjenguk orang sakit merupakan kewajiban bagi orang yang diharapkan
berkah (dari Allah datang lewat diri) nya, disunnahkan bagi orang yang
memelihara kondisinya, dan mubah bagi mereka.
Imam Nawawi mengutip kesepakatan ulama
bahwa menjenguk orang sakit hukumnya bukan wajib, yakni wajib ‘ain,
(melainkan wajib kifayah).
MANFAAT MENJENGUK ORANG SAKIT
Selain mendapat keutamaan sebagaimana
hadits-hadits yang disebutkan diatas, menjenguk orang sakit memiliki
beberapa manfaat, diantaranya:
- Menjenguk orang sakit berpotensi memberi perasaan dan kesan kepadanya bahwa ia diperhatikan orang-orang disekitarnya, dicintai, dan diharapkan segera sembuh dari sakitnya. Hal ini dapat menentramkan hati si sakit.
- Menjenguk orang sakit dapat menumbuhkan semangat, motivasi, dan sugesti dari pasien; hal ini dapat menjadi kekuatan khusus dari dalam jiwanya untuk melawan sakit yang dialaminya. Dalam dirinya ada energi hebat untuk sembuh.
- mencari tahu apa yang diperlukan si sakit.
- mengambil pelajaran dari penderitaan yang dialami si sakit.
- mendoakan si sakit
- melakukan ruqyah (membaca ayat-ayat tertentu dari Al Quran) yang syar’i.
MESKI SAKIT RINGAN, TETAP DIJENGUK!
Hadits-hadits yang ada, menyuruh dan
mengajurkan untuk menjenguk orang sakit, baik yang sakit kecil maupun
dewasa, anak-anak maupun orang tua, dari kaum laki-laki maupun wanita.
Sakit ringan maupun berat. Yang sakit terpelajar atau bukan, orang kota
maupun desa, pejabat maupun rakyat jelata, miskin maupun kaya, mengerti
makna menjenguk orang sakit atau pun tidak.
Menjenguk orang sakit tetap dianjurkan,
bahkan terkadang, dalam kondisi tertentun menjadi wajib, tanpa melihat
bentuk penyakit tersebut, apakah tergolong parah atau ringan. Hal ini
sudah mulai memudar di antara kita, bahkan seringkali sebagian kita
hanya merasa perlu menjenguk teman, saudara, atau kenalan yang sakit;
jika sudah masuk rumah sakit. Sekian lama terbaring di rumah, hanya
sedikit yang menjenguknya. Apalagi jika penyakit tersebut digolongkan
penyakit ringan. Padahal, nabi shallallahu alaihi wa sallam menjenguk
salah seorang sahabatnya yang ‘hanya’ sakit mata. Sakit mata biasa,
bukan sejenis kebutaan atau penyakit mata berat lainnya!
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, ‘mengenai
menjenguk orang yang sakit mata, bahkan sudah ada hadits khusus yang
membicarakannya, yaitu hadits Zaid bin Arqam, dia menceritakan,
‘Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjenguk saya karena saya
sakit mata.’ (lihat adabul mufrad, no.532)
MENJENGUK LAWAN JENIS?
Wanita boleh menjenguk laki-laki yang
sedang sakit, ataupun sebaliknya; meskipun bukan mahramnya. Akan tetapi,
hal ini dengan syarat aman dari fitnah, menutup aurat, dan tidak
terjadi khalwat (berduaan dengan lawan jenis).
Aisyah radhiyallahu anha meriwayatkan,
Ketika Rasulullah shallalallahu alaihi wa sallam tiba di madinah, Abu
Bakar dan Bilal terserang demam. Kemudian, kata Aisyah, aku menemui
mereka dan bertanya, ‘Ayah, bagaimana keadaanmu?’ ‘Wahai Bilal,
bagaimana keadaanmu?” (HR. Bukhari no.5654)
Ibnu Syihab meriwayatkan dari Abu Umamah
bin Sahal bin Hanaif, ‘Bahwa dirinya diberitahu bahwasanya ada seorang
wanita miskin yang sedang sakit. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alahi
wa Sallam pun diberitahu tentang sakitnya wanita tersebut. Dan
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dahulu suka menjenguk
orang-orang miskin dan menanyakan keadaan mereka.” (HR. Malik, Al Muwaththo’ no.531)
BOLEHKAH MENJENGUK ORANG MUSYRIK?
Menjenguk orang kafir oleh sabagian
ulama dihukumi makruh. Hal ini dikarenakan: secara implisit (tidak
langsung) merupakan penghormatan kepada mereka. (lihat At-Tamhid, Ibnu
Abdil Bar, 24/276).
Namun sebagia ulama yang lain
berpendapat bolehnya menjenguk orang kafir apabila ada harapan untuk
masuk islam. Pendapat ini lebih dekat kepada apa yang dilakukan oleh
Rasullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Anas bin Malik meriwayatkan, ‘Bahwasanya
ada seorang anak muda Yahudi yang pernah menjadi pembantu Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dia sakit, lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam datang menjenguknya. Kemudian beliau bersabda, ‘Masuklah Islam!”
Maka dia pun masuk Islam.” (HR. Bukhari no.5657)
Sa’id bin Musayyib meriwayatkan dari
ayahnya, dia berkata, ‘Ketika Abu Thalib hendak dijemput kematian.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendatanginya seraya bersabda,
‘Ucapkanlah ‘Laa ilaaha illa Allah’ sebuah kalimat yang bisa aku jadikan
sebagai hujjah untukmu di sisi Allah kelak.’ (HR. Bukhari no.6681)
KAPAN WAKTU MENJENGUK ORANG SAKIT?
Tidak ada keterangan dari Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menerangkan waktu-waktu tertentu untuk
menjenguk orang sakit. Oleh karena itu, dapat dilakukan kapan saja,
selama tidak merepotkan si sakit dan keluarganya.
Salah satu alasan menjenguk orang sakit
adalah meringankan penderitaan si sakit dan memberinya dukungan moral,
sehingga sangat tidak bijaksana jika kedatangan kita malah merepotkan
yang bersangkutan.
Waktu yang tepat untuk menjenguk
berbeda-beda pada setiap keadaan. Berbeda-beda dari waktu ke waktu dan
antara satu tempat dengan tempat lainnya. Oleh karena itu, kita harus
jeli mencari waktu yang pas untuk menjenguk, mampu memperkirakan kondisi
si sakit & keluarganya (sedang beristirahat atau tidak, sedang
banyak tamu atau tidak, dan lain sabagainya).
PERSINGKAT WAKTU KUNJUNGAN!
Hendaknya kita memperhatikan waktu
ketika menjenguk orang sakit. Jangan sampai terlalu lama, karena hal ini
bisa membebani bahkan menambah penderitaan si sakit ataupun
keluarganya.
Ibnu Thowuss mengatakan bahwa ayahnya pernah berkata, ‘Sebaik-baik kunjungan kepada orang sakit ialah yang paling singkat.’
Asy-Sya’bi mengatakan, ‘Kunjungan orang
dungu lebih berat dirasakan oleh keluarga si sakit daripada sakitnya
salah seorang angota keluarga mereka. Yaitu, orang yang datang menjenguk
pada waktu yang tidak tepat dan duduk terlalu lama.’ (lihat At-Tamhid,
Ibnu Abdil Bar, 24/277)
Namun, apabila si sakit suka
berlama-lama dengan penjenguknya, dan ingin dikunjungi sesering mungkin,
maka sebaiknya keinginan tersebut dikabulkan oleh si penjenguk. Sebab,
hal ini berarti memberikan kegembiraan dan dukungan moral kepada si
sakit.
Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam terhadap Sa’ad bin Mu’adz sewaktu ia
menjadi korban perang Khandaq. Ketika itu Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam memerintahkan agar Sa’ad dibuatkan kemah di dalam masjid agar
beliau bisa menjenguknya dari dekat. Sahabat mana yang tidak suka
ditunggui oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan dikunjungi berulang
kali? (lihat Bukhari no.463)
BERAPA KALI MENJENGUK SESEORANG?
Hal ini dikembalikan kepada kebiasaan,
kondisi penjenguk, kondisi si sakit, berapa jauh hubungan yang
bersangkutan dengan si sakit.
Orang yang lama jatuh sakit, maka dia dijenguk dari waktu ke waktu, dalam hal ini tidak ada batasan waktu tertentu.
MENJENGUK ORANG YANG PINGSAN ATAU KOMA
Orang sakit yang dapat merasakan
kehadiran kita dan yang tidak dapat merasakan kehadiran kita (misalnya
karena pingsan atau koma), sama-sama memiliki hak untuk dijenguk.
Janganlah kita enggan menjenguknya, dengan alasan, toh…mereka tidak tahu
dijenguk atau tidak…mereka tidak dapat merasakan kehadiran kita.
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan,
‘Anjuran menjenguk orang sakit tidak hanya ditujukan agar si sakit
mengetahui penjenguknya. Sebab, di balik kunjungan itu ada dukungan
moral kepada keluarganya, harpaan mendapatkan berkah dari doa penjenguk,
sentuhan tangannya kepada si sakit, meniupkan bacaan mu’awwidzat, dan
lain-lain.’ (Fathul baari, 10/119)
DIMANA POSISI DUDUK PENJENGUK?
Orang yang menjenguk, dianjurkan duduk di dekat si sakit.
‘Adalah nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika menjenguk orang sakit, beliau duduk di sisi kepalanya.’ (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, no.536, hadits shahih)
Diantara manfaat duduk di sisi kepala si
sakit: memberi rasa akrab kepada si sakit, dan memungkinkan bagi
penjenguk untuk menyentuh si sakit, memanjatkan doa untuknya, meniupnya
dengan ruqyah, dan lain sebagainya.
MENANYAKAN KEADAAAN SI SAKIT
Ada baiknya kita menanyakan keadaan si
sakit, sebagaimana yang dilakukan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha, Ketika
Rasulullah shallalallahu alaihi wa sallam tiba di madinah, Abu Bakar
dan Bilal terserang demam. Kemudian, kata Aisyah, aku menemui mereka dan
bertanya, ‘Ayah, bagaimana keadaanmu?’ ‘Wahai Bilal, bagaimana
keadaanmu?” (HR. Bukhari no.5654)
JANGAN PAKSA SI SAKIT BERCERITA PANJANG LEBAR!
Diantara maksud mengunjungi si sakit
adalah untuk meringankan kan penderitaannya, oleh karena itu jangan
sampai membebani bahkan menambah penderitaan si sakit ataupun
keluarganya.
Satu hal yang dapat membebani si sakit
atau keluarganya adalah pertanyaan kronologis musibah atau penyakit. Si
sakit atau keluarga diminta untuk menceritakan kronologis kejadian yang
cukup panjang; dan repotnya lagi, cerita ini harus diceritakan berulang
kali karena hampir setiap pembesuk menanyakan, ‘awal mulanya bagaimana?’
; ‘kejadiannya bagaimana?’ 1
HIBUR & BERIKAN HARAPAN SEMBUH!
Ada baiknya penjenguk menghibur si sakit atau keluarga si sakit dengan pahala-pahala yang akan di dapat mereka.
‘Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan Allah hapuskan berbagai kesalahannya, seperti sebuah pohon meruntuhkan daun-daunnya.’ (HR. Muslim)
‘Cobaan itu akan selalu menimpa seorang
mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada anaknya, ataupun pada
hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikitpun.’ (HR. Tirmidzi)
‘Saat orang-orang tertimpa musibah
diberi pahala di hari kiamat nanti, orang-orang yang selamat dari
berbagai musibah tersebut berharap seandainya dahulu di dunia kulit
mereka dikerat dengan gergaji besi…’ (HR. Tirmidzi)
Ada baiknya pula penjenguk memberikan harapan sembuh kepada si sakit. Misalnya dengan mengatakan. ‘Tidak perlu kuatir, insya Allah Anda akan sembuh.’ atau ‘penyakit ini tidak berbahaya, Anda akan segera sembuh,insya Allah.’ atau kalimat-kalimat lain yang dapat menumbuhkan semangatnya untuk sembuh.
JANGAN MENAKUT-NAKUTI!
Apa yang kita sampaikan kepada si sakit
maupun keluarganya, harus kita perhatikan benar-benar. Ucapkanlah
kalimat-kalimat yang baik, yang dapat menumbuhkan motivasi atau
meringankan musibah yang dialami mereka. Jangan sampai apa yang kita
sampaikan malah menimbulkan rasa takut & cemas terhadap si sakit
maupun keluarganya.
Diantara yang dapat menimbulkan rasa
takut adalah cerita atau kabar bahwa seseorang mengalami hal yang sama,
namun berakhir dengan cacat seumur hidup, dengan kematian….; kalau
maksud yang bercerita adalah agar keluarga si sakit berhati-hati dan
waspada terhadap musibah yang diderita si sakit, alangkah baiknya jika
di kemas dengan kalimat-kalimat yang baik.2
MEMAHAMI KELUHAN SI SAKIT
Keluhan yang diucapkan si sakit ada dua kemungkinan:
Pertama,
diucapkan sebagai ekspresi kekesalan dan kejengkelan. Hal ini tentnu
saja dilarang oleh agama Islam, karena merupakan indikator lemahnya
keyakinan dan tidak rela terhadap qadha dan qadar Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Apabila kita mendengar keluhan semacam ini, si sakit segera
diingatkan, dinasehati dengan cara yang baik.
Kedua,
diucapkan dalam rangka memberi informasi tentang dirinya tanpa mengharap
belas kasih kepada makhluk dan tidak pula menggantungkan harapan kepada
mereka. Hal ini tentu saja boleh dilakukan, bahkan didukung oleh dalil
syari:
Ibnu Mas’ud meriwayatkan:
‘Aku pernah menghadap Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam, sementara beliau sedang menderita demam. Lalu aku
menyentuhnya dengan tanganku, kemudian aku mengatakan, ‘Sungguh, Engkau
menderita demam yang sangat berat.’ Beliau menjawab, ‘Ya, seperti
layaknya demam yang diderita oleh dua orang dari kalian.’ ‘Engkau
mendapat dua pahala?’ tanya Ibnu Mas’ud. Beliau menjawab ,’Ya. Tidaklah
seorang muslim mengalami penderitaan -sakit dan sebagainya- melainkan
Allah akan merontokkan keburukan-keburukannyaa sebagaimana pohon
merontokkan daunnya.” (HR. Bukhari no.5667)
MENANGIS DI TEMPAT ORANG YANG SAKIT?
Yang nampak dari kita, hukumnya boleh. Sebab, Abdullah bin Umar meriwayatkan,
‘Sa’ad bin Ubadah pernah mengeluhkan
sakit yang di deritanya, kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
datang menjenguknya bersama dengan Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi
Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud. Ketika beliau menemuinya, beliau
mendapatinya sedang dikerumuni oleh keluarganya. Lalu beliau bertanya,
‘Apakah dia sudah meninggal?’ Mereka menjawab, ‘Tidak ya Rasulullah!’
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menangis, dan ketika orang-orang
melihat tangisan nabi, maka mereka pun menangis. Lalu beliau bersabda,
‘Tidakkah kalian mendengar, sesungguhnya Allah tidak mengadzab karena
linangan air mata maupun kesedihan hati, melainkan mengadzab karena ini
-dan beliau menunjuk ke arah lidahnya- atau Dia berbelas kasih. Dan
sesungguhnya mayit itu akan disiksa karena tangisan keluarganya yang
meratapi (kepergian) nya.’ (HR. Bukhori no.1304)
MENDOAKAN SI SAKIT
Orang yang menjenguk orang sakit
hendaknya tidak berkata-kata kecuali sesuatu yang baik. Sebab para
malaikat akan mengamini apa yang akan diucapkannya.
Dari Ummu Salamah, doa mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
‘Apabila kamu mendatangi orang sakit atau mayit, maka ucapkanlah kata-kata yang baik. Karena sesungguhnya malaikat mengamini apa yang kamu ucapkan.’ Kemudian, kata Ummu Salamah, ketika Abu Salamah meninggal dunia, aku pun mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seraya mengatakan, ‘Ya Rasulullah, Abu Salamah sudah meninggal dunia.’ Beliau lantas bersabda, ‘Ucapkanlah: Ya Allah, ampunilah aku dan dia, dan berilah aku pengganti yang baik.‘ Ummu Salamah berkata, ‘Lalu aku mengatakannya. Kemudian Allah memberiku pengganti yang lebih baik bagiku daripada dia (Abu Salamah), yakni Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.’ (HR. Muslim no.919)
Orang yang menjenguk orang sakit
dianjurkan berdoa agar si sakit diberikan rahmat, ampunan, kebersihan
dari dosa, keselamatan, dan kebebasan dari penyakit. Diantara doa yang
pernah dibaca oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam:
1. Mengucapkan: “Laa ba’sa thohuurun in syaa’allooh.” ‘tidak mengapa, semoga dapat membersihkan kamu (dari dosa) insya Allah.’ (riwayat Bukhari dalam al fath: 10/118)
Kata ‘tidak mengapa’ maksudnya ialah
bahwa sakit itu dapat menghapus kesalahan. Jika mendapat kesembuhan
setelah sakit, maka berarti mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Dan
jika tidak, maka akan mendapatkan keuntungan berpa penghapusan dosa.
2. Membaca doa: “ As alukalloohal-’azhiima, robbal ‘arsyil-’azhiimi, ayyasyfiyaka.” (7x) “Aku memohon kepada Allah yang Maha Agung, Rabb ‘Arsy yang agung agar menyembuhkanmu.”
‘Tidak ada seorang muslim yang menjenguk seorang yang sedang sakit yang belum sampai kepada ajalnya, lalu dia membacakan doa As alukalloohal-’azhiima, robbal ‘arsyil-’azhiimi, ayyasyfiyaka tujuh kali, kecuali dia akan sembuh.’ (Shahih At Tirmidzi: 2/210)
RUQYAH KEPADA SI SAKIT
Orang yang menjenguk orang sakit
dianjurkan untuk melakukan ruqyah terhadapnya. Terutama kalau si
penjenguk termasuk orang yang bertakwa dan shalih. Karena ruqyah yang
dilakukannya akan memberikan manfaat yang lebih besar daripada orang
lain (karena faktor ketakwaan & keshalihannya tersebut).
Di antara ruqyah syariah yang ada:
1. Ruqyah dengan mu’awwidzatain (surat al ikhlas, al falaq, dan an naas)
‘adalah rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam ketika salah satu dari keluarganya sakit, beliau meniup
keluarganya dengan (bacaan) mu’awwidzat…’ (HR. Muslim no.2192)
2. Ruqyah dengan surat al fatihah
Hal ini pernah dilakukan oleh Abu Said al Khudri terhadap kepala suku yang tersengat serangga. (lihat HR. Muslim no.2201)
3. Ruqyah dengan doa
‘Adalah rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam ketika salah seorang dari kami mengeluh sakit, maka beliau
mengusapnya dengan tangan kanannya, kemudian beliau mengucapkan:
“Hilangkanlah penderitaan ini wahai Rabb manusia. Sembuhkanlah, karena
Engkaulah yang Maha Menyembuhkan. Tiada kesembuhan melainkan
kesembuhan-Mu. Kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Muslim
no.2191)
KARANGAN BUNGA?
Ada sebagian orang yang ketika
mengunjungi orang sakit selalu menyempatkan diri untuk membawa karangan
bunga kepada si sakit. Ada pula yang menelipkan tulisan yang berisi
ungkapan dan harapan agar lekas sembuh. Hal ini dilarang, karena:
- tradisi semacam ini berasal dari agama lain, padahal kita dilarang untuk menyerupai perilaku mereka.
- mengganti doa untuk si sakit agar diberikan kesucian, rahmat, ampunan, dan kesehatan dengan ungkapan-ungkapan kering dan harapan-harapan yang tidak bisa dimajukan atau diundur.
- mengganti ruqyah yang syari melalui bacaan ayat-ayat al quran maupun hadits dengan karangan bunga yang barangkali akan layu sehari atau dua hari kemudian.
MEMBACAKAN SURAT YASIN?
Ada sebagian orang yang membacakan surat
yasin kepada orang yang sakit, terutama jika si sakit sudah sangat
parah, koma, atau jika dalam keadaan menjemput ajal.
Mereka berdasarkan pada:
“Tidak seorang pun yang akan mati, lalu dibacakan buatnya surat yasin, kecuali pasti diringankan/dimudahkan kematiannya.”
Keterangan:
hadits ini derajatnya “Maudhu/palsu”,
diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalan Akhbar al Asbahan 1/188, di dalamnya
ada seorang perowi yang suka memalsukan hadits yang bernama ‘Marwan bin
Salim Al Jazari’. Imam Bukhori dan Muslim mengatakan bahwa Marwan bin
Salim dalam meriwayatkan hadits tergolong ‘MUNGKARUL HADITS’ (lihat:
Mizanul I’tidal 4/90). 3
“Bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang akan mati di antara kamu.”(Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i. Derajat hadits Dhaif.)4
Karena hadits-hadits di atas adalah
dhaif & maudhu/palsu, maka pembacaan surat yasin untuk orang-orang
yang akan mati tidak dapat diamalkan. Hal ini sebagaimana keterangan
para ulama bahwa hadits lemah tidak dapat dipakai sebagai dasar suatu
amalam meskipun hanya fadhaail amal. Soal aqidah, ibadah, muamalah,
maupun fadhaail amal harus berdasarkan dalil yang shahih. Di antara
salah satu sebab munculnya bidah adalah karena pengamalan hadits-hadits
lemah maupun palsu. Tidak dibenarkan menetapkan hukum syari, baik hukum
mustahab (sunnat) atau hukum lainnya dengan hadits lemah. Inilah
pendapat yang benar. Konsekuensinya, tidak ada perbedaan antara hadits
tentang fadhaail amal dengan hadits tentang hukum. Inilah pendapat
mayoritas ulama, seperti Al Hafizh Ibnu Hajar al Asqolani, Imam Asy
Syaukani, Al Allamah Shiddiq Hasan Khan dan Syaikh Muhammad Syakir serta
lainnya.
PERLUKAH EUTHANASIA?
Terkadang, karena sakit yang diderita
sangat berat, atau keluarga sudah tidak tega melihatnya; serta menurut
ilmu medis, pasien tersebut tidak dapat sembuh, baginya kematian hanya
soal waktu; seseorang disarankan atau meminta suntikan euthanasia,
sehingga si sakit dapat segera terbebas dari penderitaan yang sering
dialaminya selama ia masih hidup.
Euthanasia sebaiknya tidak dilakukan,
hal ini karena: euthanasia menghalangi si sakit ataupun orang-orang di
sekitar si sakit untuk mendapatkan manfaat dari status kehidupannya.
Dengan tetap hidup dengan kondisi
semacam itu, si sakit akan dihapus catatan buruknya dan diangkat
derajatnya, jika ia memiliki iman dan ihsan.
Dengan tetap hidup, yang bersangkutan
terkadang mendapatkan doa yang baik dan diterima oleh Allah. Sehingga
disembuhkan oleh Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, atau
diampuni dosa-dosanya berkat doa sesama muslim yang ditujukan kepadanya.
Dengan tetap hidup, maka catatan buruk keluarganya yang dirundung kesedihan dan kegelisahan akan dihapus.
‘Tidaklah seorang muslim mengalami
kepayahan, kesakitan, kegelisahan, kesedihan, gangguan, maupun
kesusahan, bahkan duri yang menusuknya, melainkan dengan itu Allah akan
menghapus kesalahan-kesalahannya. ‘ (HR. Bukhari no.5642)
Dengan tetap hidup, maka kebajikannya
akan tetap mengalir dan tidak terputus, terutama jika yang bersangkutan
adalah seorang ayah atau ibu.
Dan dengan tetap hidup, maka pahala akan
tetap melimpah kepada orang yang menjenguk dan mengunjungi si sakit.
Penjenguk akan mendapatkan shalawat dari 70 ribu malaikat yang
ditugaskna mendoakannya, insya Allah.
Semoga bermanfaat, Allahu A’lam 5
0 komentar:
Posting Komentar