فَاتَّقُوا اللَّهَ ، وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ
“Bertakwalah pada Allah. Bersikap adillah terhadap anak-anakmu.” An Nu’man berkata bahwa ayahnya kembali dan menarik hadiah tersebut (Muttafaqun ‘alaih).
Hadits ini dibawakan Imam Bukhari dalam persaksian dalam hal hadiah.
Imam Nawawi memberi judul Bab dalam Shahih Muslim “Tidak disukai
mengutamakan hadiah pada satu anak tidak pada yang lainnya.”Ada beberapa pelajaran dari hadits di atas:
Pertama:
Bersikap adil yaitu sama dalam pemberian hadiah di antara anak-anak adalah suatu hal yang wajib. Sedangkan bersikap tidak adil dalam hal ini tanpa adanya alasan adalah suatu yang haram atau tidak dibolehkan. Namun, jika ternyata ditemukan adanya sebab untuk mengutamakan satu anak dan lainnya dalam pemberian hadiah, maka harus dengan ridho seluruh anak. Semisal hal ini adalah jika melebihkan satu istri dari lainnya, itu pun suatu keharaman.
Kedua:
Apakah dalam masalah hadiah bagi anak berlaku sama seperti warisan yaitu anak laki-laki mendapatkan dua kali anak perempuan?
Ada khilaf (beda pendapat) dalam masalah ini. Ibnu Hajar berkata,
“Muhammad bin Al Hasan, Imam Ahmad, Ishaq, sebagian ulama Syafi’iyah dan
ulama Malikiyah berkata bahwa adil dalam hal ini adalah seperti dalam
hal warisan yaitu laki-laki mendapatkan dua kali perempuan.” (Fathul
Bari, 5/214)Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah juga menguatkan pendapat di atas, yaitu laki-laki mendapatkan dua kali dari bagian wanita. Karena demikianlah hukum Allah yang Maha Adil. Maka berlaku pula hal ini dalam masalah hadiah untuk anak-anak. Sebagaimana jika anak-anak tersebut ditinggal mati, maka anak laki-laki mendapatkan dua kali dari bagian anak perempuan, inilah keadilan sebagaimana pada ayah dan ibu mereka. Inilah yang wajib bagi ayah dan ibu, hendaklah memberikan hadiah kepada anak mereka secara adil dan sama, bentuknya adalah laki-laki mendapatkan dua kali dari wanita. (Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah juz ke-25, http://www.binbaz.org.sa/mat/3410)
Salah seorang ulama Sudan, Syaikh Al Amin Haajj Muhammad memberikan alasan, “Kebutuhan laki-laki terhadap harta itu lebih besar dari kebutuhan wanita. Jika wanita menikah, maka yang menanggung dirinya adalah suaminya. Jika ia tidak menikah, ditalak atau suaminya meninggal dunia, maka nafkah wanita tersebut ditanggung ayah dan saudaranya.”
Ketiga:
Hadiah mesti dikembalikan jika ada pembagian di antara anak-anak yang tidak sama atau tidak adil. Alasannya sebagaimana dalam hadits An Nu’man bin Basyir di atas. Sedangkan dalil yang nyatakan tidak boleh mengambil sesuatu yang sudah disedekahkan,
لاَ
تَشْتَرِ وَلاَ تَعُدْ فِى صَدَقَتِكَ ، وَإِنْ أَعْطَاكَهُ بِدِرْهَمٍ ،
فَإِنَّ الْعَائِدَ فِى صَدَقَتِهِ كَالْعَائِدِ فِى قَيْئِهِ
“Janganlah engkau membeli dan meminta kembali sedekahmu, walaupun
engkau ingin menggantinya dengan satu dirham. Karena orang yang meminta
kembali sedekahnya seperti orang yang menjilat kembali muntahannya.”
(HR. Bukhari no. 1490 dan Muslim no. 1620), ini adalah dalil umum.
Sedangkan hadits Nu’man di atas yang berisi perintah mengembalikan
hadiah, itu adalah dalil khusus yang menjadi pengkhusus yang umum.Keempat:
Boleh memberikan suatu pemberian pada anak laki-laki atau perempuan lebih dari yang lainnya jika ada alasan khusus seperti karena anak tersebut lebih butuh. Hal ini pernah dicontohkan Abu Bakr dan Umar terhadap anak-anak mereka. Boleh pula melebihkan salah satu anak karena alasan mendidik sebagaimana pendapat Anas bin Malik.
0 komentar:
Posting Komentar