Segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala, selawat dalam salam buat nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallah.
Ibadah puasa adalah ibadah yang sangat agung, ibadah yang penuh dengan berbagai kesan dan pesan serta memiliki banyak hikmah yang dapat dikenang oleh seorang muslim saat melakukannya. Maka tidak diragukan lagi kenapa Allah mensyari’atkan puasa kepada umat-umat sebelum kita. Karena puasa memiliki keutamaan yang begitu banyak dan memiliki pengaruh yang begitu besar dalam memperbaiki kwalitas ketaqwaan seseorang.
Pada bahasan kali ini kita ingin menyebutkan sebagian kecil dari pesan dan kesan yang dapat kita kenang dari ibadah puasa.
Kenangan Pertama: Ibadah puasa mendidik seorang muslim untuk selalu ikhlas pada Allah dalam segala ibabadahnya.
Banyak sekali ayat Al Qur’an maupun hadits-hadits nabi r yang mewajibkan kita untuk semata-mata beribadah kepada Allah. Akan tetapi ibadah puasa memiliki kekhususan tersendiri dalam menanamkan nilai ikhlas tersebut dalam diri kita. Maka oleh sebab itu Allah menyediakan balasan secara khusus pula terhadap ibadah puasa.
( قال الله كل عمل ابن آدم له إلا الصيام فإنه لي وأنا أجزي به) متفق عليه.
Segala amalan anak adam adalah untunya kecuali puasa. Sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang membalasnya”.
Sesungguhnya Ibadah puasa amat sulit bila dilakukan tanpa motifasi ikhlas. Karena ibadah puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Allah. Amat jarang kita temukan orang berpuasa untuk berhala, atau sebagai persembahan kepada tuhan-tuhan selain Allah. Demikian pula amat sedikit orang yang berpuasa dengan tujuan riya’. Karena ibadah puasa tidak dapat diketahui atau dilihat oleh orang banyak dengan kasat mata melalui kondisi fisik seseorang, kecuali bila seseorang memberitahukan kepada orang lain bahwa ia sedang berpuasa.
Jika ketika berpuasa kita ikhlas kepada Allah, kenapa dalam ibadah-ibadah lain kita tidak ikhlas, karena setiap ibadah yang tidak dilakukan dengan ikhlas tidak akan diterima Allah.
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ [الزمر/65]
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.
Rasulullah r bersabda:
« قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ ». رواه مسلم
“Allah berkata: Aku tidak butuh kepada sekutu-sekutu, barangsiapa melakukan amal dengan mensekutukan bersamaku selain aku! Aku tinggalkan ia dan kesyirikannya”.
Suatu kekliruan yang nyata jika ada diantara kita yang berpuasa masih meminta-minta kekuburan orang shaleh, atau mengagap keramat benda mati seperti bebatuan, pepohonan, atau tempat-tempat tertentu, ini semua merupakan kesyirikan yang bertentangan dengan ikhlas kepada Allah. Begitu pula mempercayai dukun, tukang tenung dan peramal, perbuatan ini adalah dosa yang paling besar, tidak mendapat ampunan dari Allah jika pelakunya tidak bertobat sebalum mati, tempat para pelakunya adalah neraka Jahanam mereka kekal dalamnya.
Sebagaimana firman Allah:
{إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا}
“Sesungguhnya Allah tidak mengapuni dosa orang berbuat syirik kepadaNya, dan mengapuni dosa-dosa selain syirik, bagi siapa yang dikehendakiNya, dan barangsiapa yang berbuat syirik kepada Allah maka sesungguhnya ia telah melakukan dosa yang amat besar”. (An Nisaa’: 48).
Dalam firman Allah lagi:
“Sesungguhnya orang yang berbuat syirik kepada Allah, maka sesungguhnya Allah telah mengharamkan surga atasnya, dan tempatnya adalah neraka, dan orang-orang yang zalim tidak memiliki seorang penolongpun”. (Al Maidah: 72).
Termasuk hal yang merusak nilai ikhlas kepada Allah adalah melakukan suatu system ibadah yang dibikin-bikin dalam agama yaitu bid’ah. Menyelisihi cara yang ditentukan Allah dan Rasul-Nya.
Allah katakan dalam firmanNya:
{أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ}
“Apakah mereka memiliki tandingan-tangdingan yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizin Allah”. (As Syura: 21).
Pencetus bid’ah adalah pembuat syariat baru dalam agama, maka ia telah menandingi Allah dalam mensyari’atkan agama. Atau ia telah menandingi Rasul-rasul Allah dalam menetapkan syari’at.
Kenangan Kedua: Ibadah puasa mengantarkan kita kepada tingkat Ihsan (pengawasan Allah yang mutlak terhadap segala aktifitas kita).
Dalam suasana puasa Ramadhan kita selalu merasa dalam pengawasan dan penglihatan Allah sehingga hal tersebut membuat kita untuk tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa kita sekalipun tidak ada orang yang melihat kita. Jika rasa pengawasan yang tinggi ini selalu tumbuh dalam diri kita niscaya tingkat kemaksiatan dan kemungkaran di masyarakat akan turun drastis dalam tatanan kehidupan kita sehari-hari. Baik dalam tingkat keluarga, masyarakat kecil maupun dalam tingkat kehidupan bernegara. Perbuatan-perbuatan yang tak terpuji akan berkurang. Mari kita menerapkan nilai-nilai Ramadhan dalam kehidupan kita. Dianataranya menerapkan perasaan ihsan, seolah-olah kita selalu melihat Allah, jika tidak mampu maka yakinlah bahwa Allah selalu melihat gerak-gerik kita, kapan dan dimanapun kita berada. Semoga sikap ini selalu tumbuh dan berkembang dalam diri kita tentu kita.
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ [الحديد/4]
“Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Sesungguhnya Allah senantiasa bersama kita dengan ilmu, pendengaran dan penglihatan-Nya. Maka tidak ada sedikitpun dari gerak-gerik kita yang tersembunyi di hadapan Allah. Baik pedagang di pasar, pegawai di kantor, petani di sawah serta siapapun dan dimanapun ia berada, Allah melihat dan mendengar serta mengetahui segala perbuatan dan gerakgeriknya. Jika perasaan selalu diawasi Allah tumbuh dalam diri setiap muslim niscaya penipuan dan korupsi serta kejahatan lainnya akan berkurang di tengah-tengah kehidupan kita.
Kenangan Ketiga: Ibadah puasa melatih kita untuk bersifat sabar.
Berpuasa di bulan suci Ramadhan banyak sekali mengandung hikmah dan makna, yang dapat diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari, berpuasa mendidik kita untuk memiliki sifat sabar, sabar terbagi kepada tiga macam; sabar dalam menjalankan perintah Allah, sabar dari meninggalkan larang-larang Allah, serta sabar dalam menerima cobaan dari Allah. Ketiga bentuk sabar ini terdapat dalam ibadah puasa. Dalam berpuasa kita diuji Allah dengan lapar dan haus. Dalam berpuasa kita tetap melaksanakan segala bentuk ibadah kepada Allah. Dalam berpuasa kita mengendalikan diri dari berbuat dosa kepada Allah.
Sebagaimana sabda Rasulullah r:
(وإذا كان يوم صوم أحدكم فلا يَرفُث ولا يَصخَب فإن سابه أحد أو قاتله فليقل إني امرؤ صائم). متفق عليه.
“Dan Apapbila dihari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan bertengkar. Jika seseorang mencacinya dan memukulnya, maka hendaklah ia berkata: sesungguhnya aku sedang berpuasa”.
Mari kita jauhi sifat suka balas dendam, sebaliknya mari kita tumbuhkan sifat sabar dan pemaaf dalam diri kita. Pahala dan balasan orang yang memiliki sifat sabar, adalah balasan yang tak ada batasnya, sebagaimana Allah sebutkan dalam firman-Nya:
{إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ}
“Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan dicukupkan pahala mereka tampa batas”. (Az Zumar: 10).
Kenangan Keempat: Ibadah puasa mendidik seorang muslim untuk bersikap jujur.
Diantara pelajaran yang amat penting dari berpuasa adalah menanamkan sikap jujur pada diri seorang muslim, jika ia berbohong dalam berpuasa maka yang dibohonginya adalah dirinya sendiri, oleh sebab itu puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Allah. mudahan-mudahan sikap jujur ini tetap bertahan dalam prilaku kita sehari-hari, sehingga pringkat yang hendak dicapai dari berpuasa itu sendiri dapat kita miliki yaitu pringkat taqwa.
Telah bersabda Rasulullah r:
( من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه) رواه البخاري
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan bohong maka Allah tidak butuh dalam ia meninggalakan makan dan minum”. (H.R. Bukhari).
Pada sa’at ini kejujuran sesuatu yang amat mahal dan bagaikan barang langkah ditengah-tengah kehidupan kita. Baik ditingkat masyarakat umum maupun ditingkat golongan terpelajar. Ketika kejujuran telah diperjual belikan sa’at itu pula kehancuran menimpa kihidupan kita. Sikap suka berbohng dan dusta telah merusak segala lini jaring-jaring kehidupan kita. Semoga Ramadhan tahun ini dapat mengembalikan kita kepada kejujuran. Jujur dalam berkata, jujur dalam berbuat, jujur dalam segala hal.
Sebagaimana Allah tegaskan dalam firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَكُونُواْ مَعَ الصَّادِقِينَ}
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan jadilah kamu bersama orang-orang yang jujur”. (At Taubah: 119).
Kenangan Kelima: Ibadah puasa mendidik seorang muslim untuk mensyukuri nikmat Allah kepadanya.
Dengan berpuasa pada bulan suci Ramdhan kita akan kembali merasakan betapa besarnya nikmat Allah kepada kita, oleh sebab itu dalam ayat puasa ditutup dengan firman Allah:
{وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}
“Dan supaya kamu mengangungkan Allah atas petunjuk yang diberikan-Nya kepadamu, dan agar kamu bersyukur”. (Al Baqarah: 185).sa’at air membasahi tengorokan kita setelah sehari kita merasakan kehausan dan dahaga yang sangat dalam. Sadarkah kita ketika itu bahwa air itu suatu nikmat yang sangat besar diberikan Allah kepada kita. Begitu pula makanan yang mengenyangi perut kita setelah sehari kita kerocongan. Banyak lagi nikmat Allah yang tidak mungkin kita hitung satu persatu. Namun yang harus menjadi perhatian kita. Pantaskah nikmat yang begitu besar dan banyak, kita balas dengan kedurhakaan kepada Allah? Lalu sampai dimana kita mensyukuri nikmat-nikmat Allah tersebut?,
Semoga Ramadhan tahun ini benar-benar memberi bekas dalam sanubari kita untuk bersyukur kepada Allah dengan menjalankan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Kenangan Keenam: Ibadah puasa mendidik seorang muslim untuk mendahulukan keredhaan Allah di atas segala kebutuhan biologis.
Seseorang yang berpuasa rela meninggalkan segala apa yang menjadi kebutuhannya disiang hari sebagai ibadah dan keta’atan kepada Allah, karena ia yakin bahwa kebahagian dan ketentraman jiwa hanyalah dengan mengikuti perintah sang khaliknya, jika hal ini telah tertanam dalam jiwa seorang mukmin, maka ia akan selalu berbuat ta’at dalam segala kondisi dan situasi, ia akan mencari kepuasan jiwanya dengan berbuat ta’at kepada Allah bukan dengan dengan menuruti kemauan hawa nafsu, segala tindakannya akan mengutamakan keridhaan sang penciptanya diatas segala keridhaan makhluk sekalipun ia akan menanggung resiko kelaparan dan kehausan.
Sebagaimana sabda Rasulullah r berbunyi:
(إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ)
“Sesungguhnya engkau tidak meninggalkan sesuatu karena Allah, melainkan Allah akan memberimu sesuatu yang lebih baik darinya”. (H.R. Ahmad).
Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah r serta para sahabat diawal-awal penyebaran Islam, mereka dikucilkan dan diusir bahkan ada yang dibunuh, semua itu tidak menggoyahkan iman mereka, lain halnya dengan keadaan kita pada saat ini, sedikit kekurangan saja diantara kita ada yang rela menjual kehormatan diri, merampok, membunuh dan sebagainya. Kemana nilai Ramadhan kita? Dalam puasa Ramadhan kita mampu menahan nafsu kita dari hal yang dihalalkan, tetapi di luar Ramadhan kita tidak mampu menahan nafsu kita dari hal yang diharamkan.
Kenangan Ketujuh: Ibadah puasa mendidik seorang muslim untuk mengutamakan kesenangan ukhrawi diatas kesenangan duniawi.
Di sa’at berpuasa kita merasakan kehausan dan kelaparan, namun pernahkah terlintas dalam ingatan kita hari yang lebih dahsyat dari hari ini, yaitu hari padang mahsyar, pada hari itu manusia kepanasan dimana kehausan tidak bisa dihilangkan dengan seteguk air, keringat manusia mengalir berkucuran, diantara manusia ada yang ditenggelamkan keringanya sendiri. Tiada naungan kecuali naungan Robu’alamin, yang menjadi pertanyaan apakah kita termasuk orang-orang yang mendapat naungan pada hari itu? Kemudian juga termasuk dari orang-orang yang diberi minum dari telaga nabi r, dan memasuki pintu surga “Ar Rayyaan”, tempat yang penuh kenikmatan. Atau sebaliknya kita termasuk orang yang diberi minum dari cairan tembaga panas dan timah yang mendidih, makanan dari pohon zaqqum, pohon yang berduri, menghancurkan segala isi perut. kita berlindung pada Allah dari hal tersebut, yang menjawab pertanyaan tersebut adalah amalan kita, sampai dimana kita mengaplikasikan nilai-nilai Ramdhan dalam aktifitas kita sehari-hari.
Allah telah menyebutkan dalam firmannnya:
{بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا {16} وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى}
Akan tetapi kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, sedangkan kehidupat akhirat adalah lebih baik dan kekal”. (Al A’la: 16-17).
Biarlah kita menahan lapar dan haus di dunia ini, asalkan di akhirat kelak kita tidak termasuk orang-orang yang kelapran dan kehausan.
Kenangan Kedelapan: Ibadah puasamendidik kita untuk mengendalikan hawa nafsu.
Selama berpuasa kita dituntut untuk mengendalikan hawa nafsu kita, baik kebutuhan nafsu biologis dari makan dan minum. Maupun nafsu seksual berkumpul dengan istri. Sesuatu yang halal kita dituntut untuk meninggalkannya saat kita berpuasa. Tentu terhadap sesuatu yang haram akan lebih mudah kita meninggalkannya. Sifat ini akan mendidik kita di luar Ramadhan untuk selalu mengontrol hawa nafsu kita. Sering dalam kehidupan sehari-hari kita lihat banyak orang sudah memiliki gaji yang cukup namun masih melakukan korupsi. Sudah mempunyai istri yang cantik namun masih senang berzina. Orang seperti ini nafsunya telah mengalahkan akal dan imannya. Ia telah diperbudak hawa nafsunya.
Orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya Allah telah menjanjikan untuknya tempat yang penuh nikmat yaitu surga yang amat indah dan luas.
Sebagaimana firman Allah:
{وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى - فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى}
“Dan adapun orang yang takut akan kebesaran Tuhanya, dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”.
Kenangan Kesembilan: Ibadah puasa menanamkan rasa sosial dalam diri kita terhadap fakir-miskin.
Rasa lapar dan haus yang kita tahan sehari penuh akan mengingatkan kita akan sebagian saudara kita yang diuji oleh Allah dengan kemiskinan. Walaupun kita merasa lapar dan haus akan tetapi makanan sudah tersedia di hadapan kita. Namun mereka para fakir-miskin menahan lapar dan haus belum tau apa yang akan mereka makan pada saat berbuka tiba. Atau mungkin harus membanting tulang ditengah terik matahari demi untuk mendapatkan sesuap nasi untuk berbuka. Mereka merasakan lapar berbulan-bulan, atau mungkin bertahun-tahun. Dengan ibadah puasa kita dapat merasakan segelintir penderitaan mereka, serta menumbuhkan rasa iba dan santun terhadap mereka yang berkekurangan dari sisi materi. Kita menyadari bahwa Allah telah menitipkan rezki mereka pada kita.
Oleh sebab itu Rasulullah r semakin tinggi tingkat kepemurahan beliau di bulan Ramdhan dibandingkan di luar Ramadhan. Sekalipun beliau amat pemurah dalam sepanjang hidupnya.
عن جابر رضي الله عنه قال: ((ما سئل النبي صلى الله عليه و سلم عن شئ قط فقال لا)). متفق عليه.
Jabir t berkata: “Tidak pernah Nabi r diminta sesuatu sekalipun, ia mengatakan: tidak”.
Ibnu Abas t berkata:
(( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -r- أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ)).
“Rasulullah r adalah manusia yang amat pemurah dengan kebaikan, dan lebih pemurah lagi pada bulan Ramadhan”.
Semoga kenangan-kenangan Ramadhan tahun ini tetap dapat kita kenang dalam sepanjang hidup kita. Sehingga kita benar-benar mendapat predikat yang dijanjikan Allah sebagai tujuan dari ibadah puasa yaitu menjadi orang-orang yang bertqwa.
Wallahu a’lam
Selasa, 27 Mei 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar