Kiat Menjadi Guru Profesional
Oleh : Akhsanin Sulaiman*
Saya
ingin memetik sebuah falsafah Inggris yang menjadi pegangan mereka yang
jaya dalam bidangnya. “Nobody plans to fail, but many fail to plan. So
let us work and work aur plan”–“Seseorang yang gagal
merancang tindakan, ia akan gagal pula dalam bekerja. Oleh karena itu
marilah kita rancang langkah kita”.
“Jika Anda ingin tidak dilupakan orang segera setelah meninggal dunia, maka tulislah sesuatu yang patut dibaca atau berbuatlah sesuatu yang layak diabadikan.” (Franklin)
Lewat
tulisan, berbagai macam ide terdokumentasikan menjadi data otentik
serta catatan sejarah proses kehidupan pada masanya. Lewat kutipan ini
pula “kiat guru profesional” menghadap pembaca.
Mencermati
berbagai model perkembangan institusi pendidikan terkini, maka
terbentang masa yang menggugah nyali para pendidik untuk mengoptimalkan
potensi generasi berkualitas. Guru dengan mentalitas pendidik (nurturer/educator) yang mumpuni di bidangnya, adalah tuntutan dalam dunia pendidikan. Jadi,
bukan hanya menjadi dambaan lembaga sekolah. Subyek didik pun
menganggapnya sebagai ‘guru favorit’. Jika demikian halnya, lalu
bagaimana untuk mewujudkannya?
Sudahkah Anda berpuas hati dengan prestasi sebagai guru? Bagaimana respon peserta didik saat kegiatan pembelajaran berlangsung? Dan bagaimana hasil evaluasi organisasi? Apapun jawaban yang
Anda berikan, akan tetap memicu serta memacu diri, bahwa kita
senantiasa perlu memperbaiki dan mengislahkan kompetensi (pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional) diri. Islah adalah satu konsep yang sangat ditekankan dalam Islam.
Orang
beriman jika mempunyai pekerjaan, maka ia selalu mengerjakannya dengan
professional dan amalnya dilaksanakan dengan tuntas. Dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani disebutkan bahwa “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla suka seorang hamba yang kalau dia bekerja dengan itqon (profesional, tuntas dan berstandar).”
Tips Guru Profesional
- Merancang strategi pembelajaran terbaik
Hasan
Basri (Abdul Rahman,1998) menyatakan bahwa: “Orang yang bekerja tanpa
pengetahuan dan rencana, sama seperti orang yang berjalan meraba-raba di
jalan raya yang terbentang.” Orang yang bekerja tanpa tujuan, lebih
banyak merusak daripada membangun.” Program pembelajaran sangat
penting dipersiapkan serta diaplikasikan sesuai kondisi di lapangan.
Agar pola mengajar dapat terarah, maka perlu mencatat peristiwa harian,
misalnya: tugas, ulangan, laporan, dst. Sebuah tindakan akan
menghasilkan produk yang berkualitas jika dipersiapkan
secara optimal. Agar menjadi siswa terdidik dan unggul, maka perlu
dibiasakan untuk merencanakan segala pekerjaan yang akan dilakukan.
Mempersiapkan
faktor internal peserta didik dengan menyalakan ‘nyali’ lebih awal
adalah hal yang sangat diutamakan. Sebelum menanam, lihat dulu lahannya.
Menurut Rasulullah n, ada tiga tipe. Pertama “laqiyatun” – suci dan baik mudah menerima kucuran dan limpahan air. Kedua “ajadib” – tanaman tidak bisa tumbuh, namun bermanfaat bagi yang lain. Dan ketiga adalah “qi’anun” bak padang pasir.
- Jernihkan visi dan peran sebagai guru
Apakah
yang melatarbelakangi guru bertindak? Guru sebagai pelaku perubahan dan
pendidik karakter. Strateginya? Mempraktikkan pembelajaran kolaboratif,
menumbuhkan kejujuran akademis, mengembangkan sekolah sebagai komunitas
belajar profesional, membangkitkan kultur kemandirian yang bertanggung
jawab. Jadi, mengedepankan perubahan paradigma sebagai guru profesional.
Pada
tataran teknis guru berperan sebagai pengajar dengan tugas utama
mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai peserta
didik pada satuan pendidikan tertentu. Apa saja yang dipertontonkan guru
kepada para siswanya adalah termasuk proses pendidikan. Mereka akan
merekam sedemikian rupa segala peristiwa yang ada di sekelilingnya.
- Hakikat anak didik
Hakikat
anak didik menurut al-Ghazali merupakan anak yang sedang berada dalam
proses perkembangan dan pertumbuhan sesuai fitrahnya masing-masing.
Mereka memerlukan bimbingan serta pengarahan dari pendidik secara
konsisten menuju titik yang optimal berdasarkan potensi fitrahnya.
Karena kemampuan anak didik sangat ditentukan oleh usia dan
perkembangannya.
Sulit menyebut siswa bodoh, yang ada adalah guru belum maksimal dalam mengajar !
Dengan
proses sedemikian rupa, sesuatu yang sederhana menjadi luar biasa!
Barang yang kelihatan murah akan menjadi sangat tinggi nilainya jika isi
dan kemasannya hebat. Pohong (ubi kayu) misalnya, hanya barang lokal
jika dikemas dengan teknologi modern bisa menjadi seribu macam produk
yang bernuansa global.
Ingat lagi kondisi peserta didik!
Refleksi! Dengan mengkaji kelemahan dan kekuatan dalam menjalankan proses pembelajaran guru berhadapan dengan subyek
didik yang unik, beraneka ragam intelegensinya, kekuatan daya pikir dan
nalarnya serta kecenderungannya. Multikarakter subyek didik, akan
menjadikan bahan bagi guru untuk ‘menanaknya’ sedemikian rupa. Mereka
sedang mengalami proses perkembangan. Oleh karena itu, mereka membutuhkan bimbingan, arahan, teladan secara konsisten ke arah titik yang optimal sesuai fitrahnya.
- Guru sebagai apa?
Guru
sebagai motivator yang mendorong siswa melakukan sesuatu. Adakalanya
cukup dengan penjelasan sekedarnya, namun ada pula yang memerlukan
contoh serta teladan agar mudah diikuti siswa.
Guru
harus terus menerus berintuisi serta menggali berbagai macam informasi
untuk menemukan inovasi baru dengan cara mendapatkan sumber pembelajaran
dari mana saja. Observasi media informasi, serta melibatkan teknologi
harus terus dikembangkan.
Guru sebagai fasilitator?
Sebagai fasilitator, guru melayani, membimbing membina dengan piawai serta menghantarkan siswa ke gerbong kesuksesan. Guru selayaknya dengan ringan hati memfasilitasi siswa untuk menunjang proses pembelajaran.
Hendaknya
ia memberikan bimbingan dan arahan kepada peserta didik terhadap
perilaku tertentu. Berikan kemandirian untuk beraktivitas secara kreatif
dan inovatif. Temukan metodologi yang tepat sebagai sarana
pembelajaran.
- Menentukan metode pembelajaran
Untuk menentukan
metode pembelajaran hendaknya guru berangkat dari masalah yang
dihadapi, baik dari perspektif guru maupun subyek didik. Bagi
guru misalnya, rendahnya disiplin siswa, minat belajar tidak maksimal,
interaksi belajar yang tidak efektif, cara mengajar yang membosankan,
partisipasi belajar rendah, atau intensitas bertanya minim. Dari siswa
dapat dilihat dari partisipasi belajar menurun, meremehkan guru, atau
motivasi belajar yang bergelombang/tidak konsisten.
Apapun
kondisinya, guru hendaknya mengedepankan pemahaman, bahwa metode
belajar siswa sekurangnya ada tiga macam jenis. Auditoris, visual, dan
terakhir mekanis/kinetis. Maksudnya? Pertama, anak lebih mudah memahami dengan uraian yang langsung ia dengar. Kedua,
mereka lebih mudah menyerap materi pelajaran jika disampaikan dengan
peragaan langsung/gambar atau imitasi dari tampilan objek yang
sebenarnya. Selanjutnya, penjelasan dengan gerak atau ekspresi yang
terhayati (gerakan sholat, seni suara, kungfu). Desain belajar bisa di mana saja asal lingkungannya mendukung ke arah KBM.
- Menyelenggarakan program bimbingan bagi siswa yang belum tuntas
Realita
membuktikan bahwa ada sebagian siswa yang lamban dalam mengapresiasi
bidang studi yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, guru perlu
mengadakan pendekatan untuk mencari ‘api’ atau ‘gurem’ dalam sekam.
Terdapat faktor intrinsik yang harus digali, selanjutnya solusi akan
terkuak. Hendaknya guru pintar menyederhanakan persoalan yang rumit,
sehingga mudah dimengerti oleh peserta didik.
- Memperhatikan adab pendidik
Berikut ini adalah adab bagi pendidik yang ideal :
1. Memperlakukan murid bagaikan anaknya sendiri. “Sesungguhnya aku bagi kalian seperti ayah terhadap anaknya.” (R. Abu Dawud).
2. Tidak merendahkan ilmu lain yang bukan bidangnya.
3. Mengamalkan ilmu. Jangan sampai perkataannya sendiri diingkari oleh perbuatannya.
- Meneguhkan keyakinan kepada Allah l.
Kita
tentunya lebih bermotivasi sekiranya kita sadar bahwa Allah l akan
senantiasa menolong hamba-Nya dalam setiap tindakan. Sekiranya
benar-benar ikhlas mengharapkan ridho-Nya. Jika hati belum ‘jinak’,
sulit rasanya hidayah akan meresap. Bukankah Rasulullah n pernah bersabda, “Tidak (sempurna) iman di antara kamu, sehingga hawa nafsunya tunduk terhadap apa yang aku bawa”.
Kesuksesan
itu berawal dari hati dan pikiran seseorang dalam memandang sesuatu.
Jika internalnya positif, maka eksternalnya juga akan mengiringinya.
Epictetus mengatakan, “Kita tidak terganggu oleh hal-hal di luar kita,
melainkan oleh bagaimana pikiran kita dalam memandang sesuatu.” Kata
kuncinya adalah, jernih dalam memandang dan cermat dalam mencatat. Sudah
berulang kali terbukti bahwa pikiran negatif senantiasa menciptakan
emosi negatif. EQ Tinggi = Berpikir Jernih + Emosi sehat + Tindakan Pantas.
Wallahu A’lamu bisshowwab.
Referensi :
Ahmad, Sabri.2006. Melakar Kejayaan dalan Belajar. Sintok: University Utara Malaysia
Brotowidjoyo, Mukayat D.1985. Penulisan Karangan Ilmiah.Jakarta: Akademika Pressindo.
Bakar, Usman Abu.2009.Pemikiran Pendidikan Islam Klasik Dan Modern.Diktat Kuliah.
Majalah Solusi No. 18. September 2010.
Majalah Hidayatullah.Edisi Khusus I/2011.
Martin,Anthony Dio. 2008.Emotional Quality Management. Jakarta: HR Excellency.
0 komentar:
Posting Komentar